Judul Buku : Buku Ajar Psikologi Agama
Pengarang : Dr. I Made Titib dan Drs. I Ketut
Mardika
Tahun terbit : 2004
Halaman : 9 - 24
Diresume oleh: I
Wayan Rudiarta
Related Post:
BAB II
PERKEMBANGAN
PSIKOLOGI AGAMA
A. SEJARAH
PERKEMBANGAN PSIKOLOGI AGAMA
Berdasarkan
sumber barat, para ahli psikolog agama mulai populer sekitar akhir abad ke-19.
Sekitar masa itu psikologi yang semakin berkembang digunakan sebagai alat untuk
kajian agama. Menurut Thouless, sejak terbitnya buku The Varieties of Religious Experinece tahun 1903, sebagai kumpulan
dari materi kuliah William James di empat Universitas di Skotlandia, maka
langkah awal dari kajian psikologi agama mulai diakui para ahli psikologi. Maka
dalam jangka waktu tiga puluh tahun kemudian banyak buku-buku lain diterbitkan
sejalan dengan konsep-konsep yang serupa.
Sejak
kajian-kajian tentang psikologi agama tampaknya tidak hanya terbatas pada
masalah-masalah yang menyangkut kehidupan keagamaan secara umum, melainkan juga
masalah-masalah khusus. J.B. Pratt (1920) misalnya, mengkaji mengenai kesadaran
beragama melalui bukunya The Religious
Consciousness, Dame Julian yang mengkaji tentang wahyu dengan bukunya Revelations of Devine Love tahun 1901.
Selanjutnya kajian-kajian psikologi agama juga tidak terbatas pada agama-agama
yang ada di barat (kristen) saja melainkan juga agama-agama yang ada di timur.
Sejalan dengan itu para penulis non-Barat juga mulai menerbitkan buku-buku
mereka. Tahun 1947 terbit buku The Song
of God : Bhagavad Gita, terjemahan Isherwood dan Prabhavananda, kemudian
tahun 1952 Swami Madhavananda menulis buku Viveka-Chumadami
of Sankaracharya yang disusul oleh penulis India lainnya The Nyanoponika
dengan judul The Life of Sariptta.
Di tanah air
sendiri mengenai psikologi agama ini baru dikenal sekitar tahun 1970-an, yaitu
oleh Prof.Dr. Zakiah Darajat. Ada sejumlah buku yang beliau tulis untuk
kepentingan buku pegangan bagi mahasiswa di lingkungan IAIN. Di luar itu kuliah
mengenai psikologi agama juga sudah diberikan, khususnya di fakultas Tarbiyah oleh
Prof.Dr. Zakiah Darajat sendiri.
Seperti
dimaklumi, bahwa psikologi agama tergolong cabang psikologi yang berusia muda.
Berdasarkan informasi dari berbagai
literatur, dapat disimpulkan bahwa kelahiran psikologi agama sebagai disiplin
ilmu yang berdiri sendiri memiliki latar belakang sejarah yang cukup panjang.
Selain itu pada tahap-tahap awalnya psikologi agama didukung oleh para ahli
dari berbagai disiplin ilmu. Sebagai disiplin ilmu, boleh dikatakan bahwa
psikologi agama dirujuk dari karya penulis barat, antara lain karya Jonathan
Edward, Emile Durkheim, E.B. Taylor maupun Stanley Hall yang memuat kajian
mengenai suku-suku primitif dan mengenai konversi agama. Kajian sosiologi dan
antropologi budaya ini menampilkan sisi-sisi kehidupan masyarakat suku primitif
dan sikap mereka terhadap sesuatu yang dianggap sebagai adikodrati
(supranatural).
Ada banyak
sekali kajian-kajian yang dilakukan oleh para ilmuwan muslim terkait agama,
namun sayangnya karya-karya tersebut tidak sempat dkembangkan menjadi disiplin
ilmu sendiri, yaitu psikologi agama seperti halnya yang dilakukan oleh kalangan
ilmuwan barat. Ada beberapa alasan yang barangkali dapat dijadikan penyebab.
Pertama, sejak masa kemunduran negara-negara islam, perhatian para ilmuwan
terhadap kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan mulai menurun, karena
bagaimanapun pengembangan ini memerlukan biaya cukup banyak. Kedua, sejak
penyerangan bangsa Mongol ke pusat peradaban Islam (Baghdad), dan kekalahan
islam di Andalusia, terjadi pemusnahan karya para ilmuwan muslim. Ketiga, sikap
kurang terpuji dari ilmuwan barat sendiri (terutama setelah zaman kemunduran
islam) yang umumnya kurang menghargai karya-karya ilmuwan muslim. Keempat,
karya-karya ilmuwan muslim di zamnnya dikenal dengan sebutan yang berkonotasi keagamaan
mufassirin (ahli tafsir), muhaddisin (ahli hadis), fiqaha (ahli fiqh), ataupun ahl al-hikmat (filosof). Dengan demikian
karya-karya mereka diidentikkan dengan ilmu-ilmu yang murni agama (islam) atau
filsafat.
Adapun di tanah
air, perkembangan psikologi agama dipelopori oleh tokoh-tokoh yang memiliki
latar belakang profesi sebagai ilmuwan, agamawan dan bidang kedokteran.
Diantaranya karya-karya awal yang berkaitan dengan psikologi agama adalah buku Agama dan Kesehatan Badan Jiwa (1995),
tulisan Prof. Dr. H. Aulia. Kemudian tahun 1957, S.S Djaman menulis buku Islam dan Psikosomatik, Dr. Nici Syukur
Lister, menulis buku Pengalaman dan
Motivasi Beragama: Pengantar Psikologi Agama. Adapun pengenalan psikologi
agama di lingkungan perguruan tinggi dilakukan oleh Prof. Dr. H.A. Mukti Ali
dan Prof. Dr. Zakiah Darajat.
Sejak menjadi
disiplin ilmu yang berdiir sendiri, perkembangan psikologi agama dinilai cukup
pesat dibandingkan dengan usianya yang masih tergolong muda. Hal ini antara
lain disebabkan selain bidang kajian psikologi agama menyangkut kehidupan
manusia secara pribadi, maupun kelompok, bidang kajiannya juga mencakup
permasalahan yang menyangkut perkembangan usia manusia. Selain itu sesuai
dengan bidang cakupannya, ternyata psikologi agama termasuk ilmu terapan yang
banyak menfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Nampaknya pula, para ilmuwan dan
agamawan yang semula berselisih pendapat mengenai psikologi agama ini, kini
seakan menyatu dalam kesepakatan yang tak tertulis, bahwa dalam kehidupan
modern ini, peran agama menjadi kian penting. Dan pendekatan psikologi agama
dapat digunakan dalam memecahkan berbagai problema kehidupan yang dihadapi
manusia sebagai makhluk yang memiliki nilai-nilai peradaban dan moral.
B. BEBERAPA
METODE DALAM PSIKOLOGI AGAMA
Sebagai disiplin
yang otonom, psikologi agama juga memiliki metode penelitian ilmiah. Kajian
dilakukan dengan fakta-fakta berdasarkan data yang terkumpul dan dianalisis
secara obyektif. Agar penelitian agama dapat dilakukan lebih netral, dalam arti
tidak memihak kepada suatu keyakinan atau menentangnya, maka diperlukan adanya
sikap obyektif. Olehnya, dalam penelitian psikologi agama perlu diperhatikan
beberapa hal, seperti:
1) Memiliki
kemampuan dalam meneliti kehidupan dan kesadaran bathin manusia.
2) Memiliki
keyakinan bahwa segala bentuk pengalaman dapat dibuktikan secara empiris.
3) Dalam
penelitian harus bersikap filosofi spiritualistis.
4) Tidak
mencampuradukkan antara fakta dengan angan-angan atau perkiraan khayali
5) Mengenal
dengan baik masalah-masalah psikologi dan metodenya.
6) Memiliki
konsep mengenai agama serta mengetahui metodeloginya.
7) Menyadari
tentang adanya perbedaan antara ilmu dan agama.
8) Mampu
menggunakan alat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ilmiah.
Dalam meneliti
ilmu jiwa agama menggunakan sejumlah metode, yang antara lain dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1.
Dokumen Pribadi (Personal Document)
Metode ini digunakan untuk mempelajari tentang bagaimana
pengalaman dan kehidupan seseorang dalam hubungannya dengan agama. Hal ini
didasari atas pertimbangan bahwa agama merupakan pengalaman bathin yang
bersifat individu di kala seseorang merasakan sesuatu yang gaib, maka dokumen
pribadi dinilai dapat memberikan informasi yang lengkap. Dalam penerapan metode
dokumen pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara atau teknik-teknik tertentu.
Diantaranya adalah:
a.
Teknik Nomotik
Nomotik
merupakan pendekatan psikologis yang digunakan untuk memahami tabiat atau
sifat-sifat dasar manusia dengan cara mencoba menetapkan ketentuan umum dari
hubungan antara sikap dan kondisi-kondisi yang dianggap sebagai penyebab
terjadinya sikap tersebut. Sedangkan sikap yang terlihat sebagai kecenderungan
sikap umum itu dinilai sebagai gabungan sikap yang terbentuk dari sikap-sikap
individu yang ada di dalamnya. Pendekatan ini digunakan untuk mempelajari
perbedaan-perbedaan individu.
Nomotik yang
digunakan dalam studi tentang kepribadian adalah mengukur perangkat sifat
seperti kejujuran, ketekunan, dan kepasrahan sejumlah individu dalam suatu
kelompok. Ternyata ditemukan bahwa sifat-sifat itu ada pada setiap individu,
namun jadi berbeda oleh hubungan antara sifat itu dengan sikap seseorang.
Nomotik membantu dalam penelitian psikologi agama, antara lain untuk melihat
sejauh mana hubungan sifat dasar manusia dengan sikap keagamaan.
b.
Teknik Analisis Nilai (Value Analysis)
Teknik ini digunakan dengan dukungan analisis statistik.
Data yang terkumpul diklasifikasikan menurut teknik statistik dan dianalisis
untuk dijadikan penilaian terhadap individu yang diteliti. Teknik statistik
yang digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa ada sejumlah pengalaman keagamaan
yang dibahas dengan menggunakan bantuan ilmu eksata, terutama dalam mencari
hubungan antara sejumlah variabel.
c.
Teknik Idiography
Teknik ini juga merupakan pendekatan psikologi yang
digunakan untuk memahami sifat-sifat dasar (tabiat) manusia. Berbeda dengan
nomotik, maka idiography lebih berpusat pada hubungan antara pusat-pusat
dimaksud dengan keadaaan tertentu dan aspek-aspek kepribadian semestinya
mencakup sifat-sifat dasar yang merupakan ciri khas masing-masing individu
dalam upaya untuk memahami seseorang. Pelopor dari penggunaan teknik idiografi
dalam psikologi agama adalah Gordon Allport.
Idiografi sebagai pelengkap dari teknik nomotik untuk
mempelajari sifat-sifat dasar manusia secara individu yang berada dalam satu
kelompok.
d.
Teknik Penilaian Terhadap Sikap (Evaluation Attitudes Technique).
Teknik ini
digunakan dalam penelitian dalam terhadap biografi, tulisan, atau dokumen yang
ada hubungannya dengan individu yang akan diteliti. Berdasarkan dokumen
tersebut kemudian ditark kesimpulan, bagaimana pendirian seseorang terhadap
persoalan-persoalan yang dihadapinya dalam kaitan hubungan dengan pengalaman
dan kesadaran agama.
2.
Kuisioner dan Wawancara
Metode kuisioner
maupun wawancara digunakan mengumpulkan data informasi yang lebih banyak dan
mendalam secara langsung kepada responden. Metode ini dipandang memiliki
beberapa kelebihan diantaranya:
1) Dapat
memberi kemungkinan untuk memproleh jawaban yang cepat dan segera.
2) Hasilnya
dapat dijadikan dokumen pribadi tentang seseorang, serta dapat pula dijadikan
data nomotik.
Selain
pertimbangan tersebut, metode ini juga memiliki kelemahan-kelemahan, seperti:
1) Jawaban
yang diberikan terikat oleh pertanyaan sehingga responden tak dapat memberikan
jawaban secara lebih jelas.
2) Sulit
untuk menyusun pertanyaan yang mengandung tingkat relevansi yang tinggi, karena
itu diperlukan ketrampilan yang khusus untuk itu.
3) Kadang-kadang
sering terjadi salah penafsiran terhadap pertanyaan yang kurang tepat, dan
tidak semua pertanyaan sesuai untuk setiap orang.
4) Untuk
memproleh jawaban yang tepat, dibutuhkan adanya jalinan kerjasama yang baik
antara penanya dan responden.
Dalam penerapan
metode kuisioner dan wawancara dilakukan dalam berbagai bentuk. Diantara cara
yang digunakan adalah teknik pengumpulan data melalui:
1) Pengumpulan
pendapat masyarakat (Public Opinion Polls)
2) Skala
penilaian (Rating scale)
3) Test
4) Eksperimen
5) Observasi
melalui pendekatan Sosiologi dan Antropologi (Sociologi and Anthropological Observation)
6) Studi
agama berdasarkan Pendekatan Antropologi Budaya
7) Pendekatan
terhadap perkembangan (Development
approach)
8) Metode
klinis dan proyektivitas (Clinical
Methode and Projectivity Technique)
9) Metode
umum proyektivitas
10) Apersepsi
Nomotik (Nomothatic Apperception)
11) Studi
kasus (Case Study)
12) Survei
Metode
kuesioner dan wawancara dengan berbagai tekniknya seperti dikemukakan di atas,
biasanya digunakan untuk tujuan-tujuan seperti:
a.
Untuk mengetahui latar belakang keyakinan agama
b.
Untuk mengetahui bentuk hubungan manusia dengan
Tuhannya.
c.
Untuk mengetahui dampak dari perubahan-perubahan
yang terjadi.
Selain dari
tujuan tersebut, dalam kaitannya dengan penelitian psikologi agama juga dapat
digunakan untuk tujuan-tujuan lain, misalnya:
a. Untuk
kepentingan pembahasan mengenai hubungan antara penyakit mental dan keyakinan
agama.
b. Untuk
dijadikan bahan guna membentuk kerja sama antara ahli psikologi dengan ahli
agama
c. Juga
untuk kepentingan meneliti dan mempelajari kejiwaan para tokoh agama, termasuk
para pembawa ajaran itu sendiri seperti Nabi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar